Jakarta, OG Indonesia — Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (APMI) berharap agar pemerintah dan DPR dapat memasukkan klausul jasa penunjang hulu migas dalam revisi Undang-Undang Migas.
“Jasa kami sebagai jasa penunjang hulu migas itu tidak tercantum dalam Undang-Undang Migas sehingga kita sudah menderita sudah 16 tahun. Makanya kemarin saya ngomong di DPR dan mereka kaget,” kata Ketua Umum APMI Wargono Soenarko kepada wartawan di Jakarta, Rabu (05/10) di sela acara Nonton Bareng Film “Deepwater Horizon” yang diprakarsai Komunitas Media Energi (KME) bersama APMI dan PT Elnusa, Tbk.
Karena itu pihak APMI meminta kepada pemerintah dan DPR agar klausul jasa pemboran dan industri penunjang migas dapat dimasukkan dalam revisi Undang Undang Migas. Sebab dengan kondisi saat ini, dikatakan Wargono, perusahaan pemboran dan jasa penunjang migas posisi menjadi kurang kuat dalam kegiatan bisnisnya.
APMI menggarisbawahi, klausul tersebut sangat penting guna menjaga perusahaan pemboran migas dari ulah nakal KKKS yang tidak tunduk pada kontrak kerja sama. “Klausul itu sangat krusial agar urusan utang-piutang yang terpaksa masuk ke pengadilan bisa diselesaikan secara adil,” ucapnya.
Wargono pun kembali membuka data bahwa saat ini jumlah piutang perusahaan anggota APMI yang masih belum dibayarkan KKKS mencapai US$ 300 juta dollar. Jumlah itu tentu saja menimbulkan kondisi keuangan perusahaan menjadi tidak stabil. “Bahkan KKKS yang sudah berproduksi pun ada yang tidak mau bayar. Ada yang sampai satu tahun belum juga dibayar. Tetapi begitu kita bawa ke pengadilan, posisi kita sangat lemah karena jasa penunjang hulu migas belum diatur dalam UU Migas,” jelas Wargono.
Usulan agar jasa penunjang hulu migas dimasukkan dalam revisi UU Migas, sambung dia, sudah disampaikan APMI kepada DPR. Karenanya, APMI berharap, revisi UU Migas agar secepatnya disahkan oleh pemerintah dan DPR.
Di sisi lain, APMI juga terus melakukan efisiensi menyusul masih anjloknya harga minyak saat ini. Wargono menerangkan, harga minyak yang jatuh hingga 40 persen saat ini berdampak cukup besar bagi perusahaan jasa penunjang. “Turunnya bisa sampai 60 persen. Bisnis ini akan normal apabila harga minyak berada di angka US$ 60 dollar per barel, sementara sekarang kan baru sekitar US$ 47 dollar per barel,” imbuhnya.
Karena itu, APMI juga berharap agar pemerintah memberikan insentif bagi KKKS guna merangsang masuknya investasi baru. Dengan banyaknya kemudahan yang disediakan pemerintah bagi KKKS, secara alamiah akan menimbulkan peluang pekerjaan bagi perusahaan jasa penunjang migas. “Seharusnya pemerintah memberikan insentif kepada KKKS supaya mereka bekerja, sehingga kita juga dapat bekerja,” pungkas Wargono. RH
sumber: OG-Indonesia