Ketua Umum APMI Tito Kurniadi mengatakan, sebagai satu-satunya wadah dari semua perusahaan nasional kontraktor pemboran minyak, gas dan panas bumi Indonesia pihaknya terus berupaya meningkatkan kontribusinya terhadap pengelolaan sumber daya Indonesia, khususnya di bidang minyak dan panas bumi. Apalagi, 85 persen pekerja di sektor migas merupakan pekerja di pemboran minyak. “Kamiterus meningkatkan kompetensi SDM melalui sistem dan prosedur Badans Sertifikasi APMI (BS APMI). Kami juga aktif memberi masukan dan berperan dalam kemampuan perusahaan-perusahaan dalam nergeri, di antaranya bersama SKK, Dirjen Migas, BKPM dan pihak terkait,” ujarnya.
Saat ini peran pemerintah sangat dibutuhkan seperti masalah lokal kontent dan pemerintah juga mendukung upaya peningkatan profesionalisme pengusaha yang tergabung dalam APMI. “Karena dengan peningkatan profesionalisme pengusaha yang tergabung dalam APMI akan mendorong peningkatan penggunaan tingkat komponen dalam negeri pada industri migas,” tandas Tito.
Ia sangat mengharapkan pemihakan dan peran pemerintah secara maksimal yang sewajarnya. “Kami telah melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pemerintah, di antaranya melaui seminar, workshop dan gathering untuk Pedoman Tata Kerja-007, TKDN, Kontrak, masalah-masalah Finansial dengan mengundang pihak-pihak terkait,” paparnya.
Sebagai asosiasi terbesar di lingkungan migas dan panas bumi, yang saat ini sudah beranggotakan sebanyak 384 perusahaan, diyakini APMI dapat menunjang program-program pemerintah untuk Indonesia yang lebih baik. “Yang terpenting, banyaknya anggota APMI akan menjadikan iklim persaingan usaha, namun begitu kita tetap memagari, agar persaingan sesama anggota maupun secara umum menjadi sehat demi kebangkitan dan kemajuan APMI maupun anggotanya. Saya juga sangat mengharapkan agar APMI tetap eksis dan punya peran besar, karena dengan itu anggota juga bisa menaikkan dan menumbuhkan industrinya,” harapnya.
Masalah Perbankan
Salah satu masalah yang dihadapi anggota APMI terkait belum maksimalnya dukungan pendanaan dari perbankan nasional. Meski sudah melakukan MoU dengan salah satu Bank BUMN, namun masih saja belum ada titik temu bagaimana mendapatkan dukungan pendanaan dari bank BUMN dalam kegiatan pengeboran minyak khususnya yang baru. Bank menilai sub sektor pengeboran migas ini termasuk risiko tinggi, sehingga butuh formulasi khusus mendanainya. “Kita siap berbicara mengenai bagaimana mekanismenya pemberian kredit ini, sebab memang dibutuhkan dana cukup lumayan untuk pengeboran di satu sumur,” katanya.
Dengan nilai investasi yang relatif besar ini lebih baik bila Bank BUMN dilibatkan dalam pendanaan kegiatan pengeboran yang dilakukan perusahaan penyedia barang dan jasa, terutama untuk kebutuhan drilling rig di Indonesia. Namun bank BUMN mensyaratkan kontrak pengeboran antara KKKS dengan perusahaan jasa harus berlaku minimal lima tahun agar pinjaman tersebut memberikan keuntungan bagi perbankan. Selama ini, kontrak pengeboran hanya berlaku tiga tahun.
Kalangan perbankan umumnya meminta, SKK Migas benar-benar dapat memastikan jangka waktu pinjaman sampai 5 tahun sehingga pinjaman yang dikucurkannya dapat memberi manfaat juga bagi perbankan. “Perbankan siap menyediakan pendanaan agar industri pengeboran tidak hanya didominasi asing, karena itu butuh ekuiti yang besar. Untuk bunga, tentu mengikuti pasar. Tapi, perbankan nasional meminta waktu lebih longgar, sehingga kontraktor pun bisa mengatur penyelesaian kewajibannya,” ungkap salah satu bankir BUMN.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Kehumasan Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi (FKK Hulu Migas) Joang Laksanto mengungkapkan, perlu dilakukan kolaborasi dan sinergi bekerja dengan aparat pemerintah baik di pusat maupun daerah agar sejalan dengan kegiatan industri hulu migas ini. Karenanya, Joang berharap adanya komitmen yang sama dari semua stakeholders demi kepentingan Bangsa dan Negara dalam masalah penyediaan energi ini. “Tidak mungkin hanya SKK Migas, Kementrian ESDM serta KKKS yang hanya bekerja, namun diperlukan seluruh pemangku kepentingan untuk menjalankan roda industri migas ini,” jelas Joang.
Ketidakselarasan koordinasi terhadap industri ini dirasakan dengan makin dominannya kendala non-teknis dari pada teknis dalam operasional kontraktor kontrak kerja sama. Kendala non teknis tersebut telah diungkapkan oleh Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengenai permasalahan tumpang tindih aturan dan kendala dalam perizinan, ditambah lagi masalah sosial masyarakat di sekitar wilayah operasi.
Menurut Joang, dalam rapat kerja tersebut juga diungkapkan hampir 33 persen masalah yang idhadapi KKKS eksplorasi terkait non teknis. Kendala lainnya finansial, operatorship, dan prioritas dari induk perusahaan (24 persen), dan kendala ketidaktersediaan alat dan jasa penunjang (21 persen). Kendala ini berefek pada penundaan aktivitas operasi dan menyebabkan semakin tingginya biaya produksi. Karena industri hulu migas sangat menyangkut pemanfaatan teknologi tinggi yang alat-alatnya disewa denga biaya besar pula. Akibatnya, semakin lama penundaan sebuah pekerjaan akibat kendala non teknis, semakin mahal pula biaya penyewaan alat.
Berdasarkan data SKK Migas, sepanjang Januari hingga Maret 2013, KKKS baru merealisasikan pemboran sumur pengembangan baru sebanyak 166 sumur, dari rencana awal pengeboran sumur pengembangan sebanyak 202 sumur dalam tiga bulan ini. Sedangkan, pengeboran sumur konvensional dari Januari-Februari baru 8 sumur eksplorasi yang direalisasikan dari rencana 13 sumur. Sepanjang tahun ini, lebih dari 2.000 sumur akan dibor, baik sumur eksplorasi, pengembangan, maupun workover. Dari kegiatan tersebut, ditargetkan ada tambahan produksi minyak bumi hingga 121.691 barel per hari (BOPD) dan gas bumi sebesar 983 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Poin Kesimpulan APMI Member’s Gathering 2013:
- Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001, dimana masih “status quo” (dalam revisi, APMI seyogyanya dapat berperan melalui APMI dan Kadin Indonesia) sehingga akan berpengaruh langsung pada PP, PerMen, dan kebijakan lainnya, seperti: SK 0066/SKKUU0000/2013/SO tgl 3 April: Perubahan ketentuan buku kedua PTK 007 Rev.2 tentang pengelolaan rantai suplai pada ketentuan PQ dan Proses Tender. KepMen ESDM No. 27 Tahun 2008 berpengaruh terhadap SKT, SKUP dan Buku APDN
- PerPres No. 36 Tahun 2010 tentang daftar bidang usaha di bidang penanaman modal terdapat perbedaan penyusunan sub bidang kegiatan usaha dan bidang usaha kegiatan. APMI ada 17 sub bidang. Migas ada 16 bidang, 66 sub bidang. Sedang BKPM ada Bidang ESDM isinya 4 sub bidang yang terkait dengan APMI yaitu: Jasa Pengeboran Panas Bumi, Jasa Pemboran Mmigas Darat, Jasa Pemboran Migas Lepas Pantai dan Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Fasilitas Migas. Usulan APMI pada PerPres No. 36 ini menjadi 27 sub bidang usaha.
- Ada rencana dari pihak regulator untuk memberlakukan kebijakan penggunaan peralatan instalasi/ pemboran di atas 30 tahun harus mengikuti persyaratan-persyaratan sesuai standar yang sedang dirumuskan.
- Menghadapi tahun pemboran 2013. Berdasarkan informasi yang diterima dari SKK Migas, rencana pemboran dan kerja ulan selama periode tahun 2013 yaitu sejumlah 1177 sumur pengembangan dan 261 sumur eksplorasi. Dalam hal ini APMI telah menyelaraskan populasi rig di Indonesia yang terdaftar di APMI dengan daftar yang ada di SKK Migas, yang selanjutnya akan disesuaikan lagi dengan data yang ada di Ditjen Migas. APMI mendapat tantangan untuk mampu mengatur wilayah kerja terhadap rig-rig yang ada di Indonesia disesuaikan dengan spesifikasi dan persyaratan kerja
- Menghadapi tahun pemboran 2013 direncanakan oleh Pemerintah untuk mendidik 2,000 tenaga pemboran di PPT Migas Cepu untuk kemudian didayagunakan di APMI
- Menghadapi perdagangan bebas 2015, dimana Pemerinta akan mempercepat proses SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Diperkirakan APMI akan memiliki kurang lebih 100 jabatan/ occupational specialty yang masih harus dusertifikasi kompetensinya. APMI masih harus menyusun rumusan SKKNI yang diperlukan bersama PPT Migas Cepu dan Ditjen Migas
- Dalam beberapa pembahasan dengan pihak Pemerintah masih sering terdapat perbedaan paham menyangkut:
- Pengklasifikasian tentang perangkat pemboran lepas pantai yang disamakan dengan kapal.
- Perbedaan bidang usaha antara usaha pemboran darat dan pemboran lepas pantai, di mana APMI berpendirian tidak ada perbedaan
- APMI berupaya untuk dapat diadakan tinjauan ulang tentang PerMen No. 27 terutama terkait dengan penyelenggaraan SKT, SKUP dan rumusan tentang “pembinaan”
- APMI melihat adanya kebijakan yang tidak selaras di mana satu pihak menekankan peningkatan kemampuan nasional dan di satu pihak yang mengutamakan masuknya penanaman modal asing
- Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.011/2013 tentang perlakuan PPN dan PPBM atas impor barang yang dibebaskan dari bea masuk. Pada peraturan sebelumnya hanya belaku hanya eksplorasi dan sekarang termasuk eksploitasi hulu minyak dan gas bumi.
sumber: Global Energi edisi 19 thn 2013