Jakarta, OG Indonesia — Para pelaku usaha pengeboran dan jasa penunjang hulu migas berharap skema baru PSC gross split dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan usaha mereka.

“Kami sebagai pelaksana jasa penunjang itu nurut-nurut saja. Karena dengan PSC gaya lama, ditawarkan 18 wilayah enggak ada yang mau. Nah daripada enggak ada yang mau, katanya dengan gross split itu lebih menarik karena sesuatu yang baru,” tutur Wargono Soenarko, Ketua Umum Asosiasi Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) kepada OG Indonesia di kantornya, Rabu (22/03).

Ia berharap dengan skema gross split akan memotong dan membuang jalur birokrasi yang panjang dalam kegiatan pengembangan hulu migas saat ini. “Itu biasanya habis (waktu) pada saat POD yang seharusnya paling lama satu bulan sudah selesai,” terang Wargono yang juga Direktur Operasi PT Indrillco Bakti, sebuah perusahaan jasa pengeboran.

Namun kegiatan Plan of Development (POD) yang menjadi acuan perhitungan ekonomi dari pengembangan suatu lapangan migas tersebut, menurut Wargono, jadi molor karena kerap diperlambat dari oknum-oknum birokrasi sehingga waktunya jadi panjang hingga bertahun-tahun.

“Contohnya lapangan kecil saja bisa jadi 3,5 tahun, itu baru POD-nya. Setelah disetujui ada AFE (Authorization for Expenditures), itu bukan 1-2 minggu, bisa bulanan. Setelah AFE disetujui, minta izin lagi untuk tender, dan lain-lain” jelasnya.

Wargono mengungkapkan dalam pengembangan suatu lapangan migas di Indonesia, terhitung sejak saat mengambil suatu konsesi sampai akhirnya bisa berproduksi memerlukan waktu sampai 15 tahun. “Di dunia 3-4 tahun sudah jalan. Kalau misal di Indonesia dengan pulau yang tersebar di mana-mana ya seharusnya mungkin enam tahun lah,” ucapnya.

Dengan skema baru gross split, APMI berharap Pemerintah konsisten menjalankannya dengan baik agar menjadi contoh sehingga menjadi menarik buat investor. “Ini baru akan terlihat dalam lima tahun ke atas,” tegasnya.

Dijelaskan olehnya, pada tahun kelima pada saat perusahaan KKKS melakukan kegiatan tender-tender, imbasnya baru akan terasa ke industri penunjang hulu migas. “Begitu dia (KKKS) tender itu tahun kelima, dari situ baru kita bisa lihat apa yang akan mereka lakukan kepada perusahaan jasa penunjang Indonesia,” tutup Wargono. RH

sumber: OG Indonesia