Jakarta, petroenergy.id – Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas bumi Indonesia (APMI) menyelenggarakan Konvensi Tarif Harian Operasi (THO) Rig Darat APMI. Acara tersebut berlangsung pada 22 Februari di Jakarta.

Menurut Sekretaris Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas bumi Indonesia (APMI), Dharmizon Piliang, tujuan diselenggarakan konvensi ini untuk meningkatkan standar minimam kualitas pengeboran, safety, environment dan personel. Sejak 2015 sampai sekarang THO belum pernah ada peningkatan. Bahkan beberapa tahun terakhirnya THO justru menurun, ujarnya serius.

Lebih lanjut ditambahkan, sejak tahun 2015 tren harga minyak dunia selalu turun yang mengakibatkan persaingan harga jasa pemboran semakin ketat. Di sisi lain masalah investasi menjadi krusial. Di mana investor berinvestasi memanfaatkan fasilitas kredit perbankan mapun investor dari luar negeri, baik melalui private equity company maupun direct investment. Kondisi demikian mengakibatkan pelaku usaha pemboran menurunkan harga.

Itu sebabnya, kata Dharmizon, secara organisasi pihak APMI tak mampu mendorong seluruh anggota untuk bersama-sama menyesuaikan harga. Justru pihak pemberi kerja melakukan renegosiasi harga. Sekarang tren harga minyak mulai membaik yang menyebabkan APMI mempunyai percaya diri untuk meninjau kembali THO rig darat APMI, katanya kepada Petroenergy seusai menandatangani hasil konvensi tersebut.

APMI melihat momentum membaiknya harga minyak menjadi pintu masuk untuk menyesuaikan THO rig darat. Namun demikian ke depan, APMI akan menyesuaikan THO rig onshore dan membuat formula THO rig darat untuk pemboran pada wilayah kerja yang telah menerapkan kebijakan gross split.

Berdasarkan hasil konvensi THO Rig Darat APMI, disepakati bahwa THO untuk drilling berkisar di angkat US$ 20 US$ 25/perhari per-HP (Horse Power). Untuk THO work over di kisaran US$ 16 US$ 18/perhari per-HP, sedangkan THO well service berkisar US$ 14 US$ 18 perhari/per-HP.

Dharmizon menambahkan, sebelum ditetapkan THO tersebut, terlebih dahulu diadakan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang belibatkan sejumlah stakeholders, termasuk SKK Migas dan KKKS. Dalam menetapkan THO tersebut dijelaskan juga sejumlah indikator, sehingga melahirkan formula harga tersebut.

Penetapan harga tersebut berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut:

  1. THO ini untuk daerah operasi darat di pulau Sumatra, Jawa dan Kaliman. Sedangkan operasi di Indonesia Timur tentunya akan menjadi lebih tinggi.
  2. Masa kontrak minimnal satu tahun, jika lebih singkat tentunya akan lebih tinggi.
  3. Keuntungan perusahaan minimal sebesar 5%
  4. Tidak termasuk biaya mobilisasi dan demobilisasi rig
  5. Rig dan peralatan penunjang yang sesuai dengan kapasitas yang dioperasikan.
  6. Biaya tambahan transport dan alat berat (jika diperlukan) ditanggung pemberi kerja.
  7. Bahan bakar disuplai oleh pemberi kerja
  8. Mengikuti komponen/tingkat pengupahan tenaga kerja terbaru.
  9. Tidak ada batasan tahun pembuatan rig, namu harus memiliki SKPI/PLO migas yang berlaku.

Hasil Konvensi ini mengikat bagi seluruh kontraktor pemboran rig darat dalam menerapkan THO. Hasil konvensi ini akan diserahkan kepada SKK Migas untuk menjadi acuan dalam proses pengadaan kontrak pemboran yang telah ditetapkan tersebut.